Yang dimaksud dengan Ibu Kota adalah Kota utama di
sebuah Negara. Kota yang memiliki fungsi utama sebagai Pusat
Pemerintahan. Sebuah kota di mana presiden, menteri dan anggota parlemen
tinggal dan berkantor. Ibu Kota tidak harus menjadi kota perekonomian
terbesar di negaranya. Beberapa contoh Negara besar seperti Amerika
Serikat, Australia dan Brazil ibukotanya bukanlah di kota teramai atau
kota terbesar. Amerika Serikat beribukota di Washington DC, kota
terbesarnya adalah New York. Australia beribukota di Canbera, kota
terbesarnya adalah Sydney. Brazil beribukota di Brasilia, kota
terbesarnya adalah Rio de Janeiro. Pada area regional, negara tetangga
kita Malaysia secara bertahap mulai memindahkan ibu kotanya ke
Putrajaya, Kota terbesar Malaysia adalah Kuala Lumpur.
Tentu saja, kita juga mengenal Inggris dan
Jepang, yang Ibukota Pemerintahan serta pusat bisnis diletakkan di satu
kota yang sama: Inggris di London sedangkan Jepang di Tokyo. Dengan
fokus ke satu kota saja, koordinasi lebih mudah sehingga perekonomian
negara bisa dipacu lebih baik. “ Ya sudah, itu mereka bisa, kita begitu
saja.”
Tapi tunggu dulu, unsur yang tidak kalah pentingnya
adalah pertimbangan tentang luasan wilayah suatu negara yang
bersangkutan. UK dan Jepang tentu saja cocok memiliki sistem ibu kota
dengan satu kota utama untuk mengatur segala aspek kenegaraan karena
luas wilayahnya yang tidak seluas kita. Cakupan wilayah dan beban
Inggris dan Jepang jauh di bawah Indonesia. Kita tidak bisa dibandingkan
dengan 2 negara ini, Pulau Great Britain/ Britania Raya tidak lebih
luas dari Kalimantan. Sedangkan Pulau Hokaido dan Honsyu Jepang jika
disatukan pun masih jauh di bawah luasannya dibanding Pulau Sumatera.
Kita Bukan Inggris atau Jepang — Negara kita Besar
dan Luas dengan 16000 pulau terpisahkan lautan, sebuah tantangan besar.
Kita Lebih cocok dibandingkan dengan Australia, Amerika Serikat ataupun
Brazil.
– Sebuah Konsep Pemisahkan Fungsi Kota sebagai Pusat Perekonomian dan Kota sebagai Pusat Pemerintahan –
Apakah Indonesia harus selamanya beribukota di
Jakarta? Tentu saja tidak. Kita bisa mulai merancang kota baru untuk
dipersiapkan sebagai Ibu Kota yang baru.
Kota Jakarta yang sekarang merupakan evolusi dari
Kota yang dulu bernama Batavia, Ibukota Hindia Belanda buatan VOC. Kota
Jakarta yang kita kenal sebagai Ibu Kota Negara bisa dibilang simbol
Ibu Kota warisan penjajah. Ibu Kota yang sudah tua, dan (untuk saat ini)
sudah “lelah”.
Dalam sejarahnya, Indonesia pernah beberapa kali
memindahkan sementara Ibu Kota Negaranya ke beberapa kota lain seperti
Yogyakarta dan Bukit Tinggi namun kembali lagi ke Jakarta. Sudah saatnya
kita mengkaji, merencanakan serta merancang Ibu Kota baru untuk menjadi
Ibu Kota Negara secara permanen. Istilah yang lebih tepat adalah
mendirikan Ibu Kota yang baru, bukan “memindahkan”, karena dalam hal
ini Jakarta tetap akan menjadi kota Jakarta dan tetap menjadi kota
megapolitan yang besar. Hanya statusnya saja yang akan menjadi lebih
ringan karena hanya akan berstatus Kota Pusat Perekonomian Indonesia.
Jakarta tidak ditinggalkan.
Apakah pendirian Ibu Kota yang baru akan
merugikan Kota Jakarta? Tentu saja tidak. Jakarta akan tetap menjadi
pusat perekonomian, pusat hiruk pikuk Negara. Jakarta akan menjadi
seperti halnya Kota New York yang merupakan pusat perekonomian Amerika
Serikat. Apakah Kota Jakarta akan diuntungkan dengan Pendirian Ibu Kota
Negara di kota yang baru? Iya Jakarta akan diuntungkan. Mengapa? Karena
beban Kota Jakarta akan banyak berkurang, bahkan akan lebih fokus
menjadi pusat Ekonomi Indonesia.
Mari kita ambil salah satu contoh kongkrit yaitu
kasus demonstrasi dan kemacetan. Dengan berpindahnya kantor Presiden,
Kantor Kementerian Negara dan anggota DPR/MPR di kota yang baru, maka
saat Ibu Kota yang baru sudah berdiri, nantinya intensitas demonstrasi
di Kota Jakarta akan berkurang, kemacetan berkurang. Jakarta bisa lebih
fokus sebagai Kota Pusat kegiatan perekonomian, karena urusan kenegaraan
dan administratif pemerintah telah dipindahkan di kota yang baru.
Bagi Kota Jakarta sendiri, saat fungsi Kota
Pemerintahan sudah dipisahkan, Jakarta bisa bermetamorfosis sebagai kota
Pusat perekonomian yang lebih besar karena semua kebijakan kota akan
lebih fokus pada bidang Ekonomi dan Bisnis. Sebagai Pusat perekonomian
yang semakin besar Pendapatan Pajak Daerah akan semakin besar,
pembangunan infrastruktur untuk mengatasi masalah kemacetan dan banjir
musiman dapat lebih cepat terealisasi.
Membangun Kota Baru sebagai Ibu Kota
Pemerintahan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun
tidak sebegitu rumitnya juga, semuanya BISA. Syarat dasar yang menjadi
pertimbangan perencanaan dan perancangan sebuah kota untuk memenuhi
fungsi Ibu Kota Negara adalah sebagai berikut:
- Memiliki Istana Negara / Istana Kepresidenan
- Memiliki Gedung Kantor Pusat Kementrian/Ministri/Departemen
- Memiliki Gedung DPR / Parlemen
- Memiliki Bandara Udara.
Setelah keempat dasar fungsi kota tersebut
terpenuhi, Kantor Kedutaan asing dan kantor pusat perwakilan bisnis akan
tumbuh dan mengikuti secara bertahap.
Ibu Kota Negara yang ideal adalah kota yang
nyaman dihuni di mana jarang terjadi bencana, infrastruktur memadai,
serta tertata dengan rapi, karena Ibu Kota juga harus berperan menjadi
beranda rumah saat kita menerima Tamu Negara.
Di mana Ibu Kota yang baru itu? Berikut kandidat calon Ibu Kota Indonesia yang bisa kita kaji bersama :
- PALANGKARAYA
- Ir. Soekarno pernah merancang Ibukota baru di Kota Palangkaraya. Mengapa Palangkaraya? Saat itu Palangkaraya secara geografis tepat berada di tengah tengah Indonesia. Tapi saat Orde lama berakhir dan Bung Karno tidak lagi menjadi presiden rencana ini seakan mulai memudar. Kita tidak boleh lupa, Palangkaraya bisa dikaji lagi. MAKASAR
- Makasar cukup cocok menjadi Ibu Kota Negara yang baru. Kota Makasar tepat di tengah tengah jalur perlintasan Indonesia. Seorang Menteri dan anggota DPR akan memiliki jangka waktu yang seimbang jika ingin melakukan pilihan perjalanan dinas ke Indonesia bagian barat atau ke Indonesia bagian timur, Makasar tepat di tengah tengahnya. BALI
- Bali bisa menjadi pilihan berikutnya. Salah satu Pulau terindah di dunia ini , pada hari inipun sebenarnya sudah siap menjadi Ibu Kota Negara. Area Nusa Dua dan sekitarnya bisa dikembangkan lagi menjadi kompleks ibu Kota Negara. Presiden, Menteri dan anggota DPR bisa bekerja pada pagi hari, sore sepulang kerja bisa menikmati sunset di Pantai Kuta. Kenyamanan dan kondisi lingkungan yang harmonis pada Ibu Kota akan berdampak langsung secara positif pada output kebijakan dan keputusan yang diambil pemerintah. LOMBOK
- Lombok juga merupakan salah satu titik tengah Indonesia, mengapa titik tengah wilayah Negara dianggap penting? Ini karena Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Untuk mengatur dan menjaga seluruh cakupan daerah yang luas secara lebih efektif, terbentang dari Sabang sampai Merauke — secara geografis adalah ideal jika dilakukan kontrol dari titik tengah wilayahnya. Lombok memiliki potensi yang tidak kalah dari Bali, pulau yang nyaman sebagai zona kerja “nahkoda nahkoda” pengambil kebijakan negeri besar ini. Jika Bali dirasa sudah cukup hiruk dan dianggap terlalu tersohor, maka kita bisa mempertimbangkan Lombok. Di Pulau Lombok masih banyak pantai dengan kondisi yang masih alami, kita bisa merancang Kota Baru di sana, lengkap dengan infrastruktur bandara dan dermaga kapalnya sehingga memudahkan koordinasi ke pelosok daerah di seluruh Indonesia. PAPUA
- Papua bisa dipertimbangkan menjadi kandidat Ibu Kota Indonesia berikutnya. Papua memang terletak di gerbang timur perbatasan wilayah Indonesia. Karena letaknya geografisnya tersebut, saat ini Papua seolah olah selalu dalam kondisi dianak-tirikan oleh pemerintah pusat. Padahal Papua merupakan salah satu pulau terkaya di dunia yang memiliki cadangan bahan tambang dan mineral terbesar. Menurut data dikeluarkan Metals Economics Group Pada Tahun 2012 dan didukung data dari Australian Mining pada Agustus 2012, Grasberg Mine Papua telah mendapatkan pencapaian urutan pertama pertambangan emas terbesar di Dunia, dengan hasil tambang mencapai 1,4juta ons , hasil tambangnya melebihi tambang emas Cortez (Amerika Serikat), Yanacocha (Peru) dan Vaal River (Afrika Selatan).
Dengan status Papua menjadi Ibu Kota Negara itu
sendiri, maka tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk tidak
memperhatikan Papua. Sekaligus pemindahan Ibu Kota Negara di sana akan
menutup secara permanen alasan yang sering dikampanyekan OPM untuk
memisahkan diri dari NKRI. Iya, tentu saja Papua tidak bisa tidak
diperhatikan lagi, karena Ibu Kotanya di sana.
Papua adalah pulau kaya yang belum digali secara maksimal potensinya.
Jika anda memiliki rumah, bukankah alangkah baiknya
meletakan brankas di kamar tidur utama di mana anda mudah
menjangkaunya. Demikian seharusnya seperti itu pula analogi kita dalam
menjaga Papua.
Di mana sajakah kota yang cocok?
Papua merupakan pulau besar, kita bisa memilih
membangun Ibu Kota di salah satu kota kota yang saat ini sudah
berkembang, seperti: Timika, Fak Fak, Manokwari, Merauke atau Sorong. Atau bahkan membangun kota baru lain dari nol. Tidak masalah karena pulaunya masih luas.
—-
Kembali ke PALANGKARAYA
Setelah kita mengkaji seluruh calon Ibu Kota Negara
dan menguraikan berbagai opsi di atas, akhirnya kita harus mengakui
bersama bahwa (ternyata) pilihan Bung Karno sejak setengah abad yang
lalu itulah kembali menjadi pilihan ideal sebuah ibu kota Negara
Indonesia. Ini merupakan ide brilian yang bahkan akan relevan hingga
ratusan tahun ke depan.
Iya Palangkaraya. Mengapa Palangkaraya?
Palangkaraya terletak di tengah tengah Pulau
Kalimantan, salah satu pulau terbesar di dunia berdampingan dengan
Greenland, Madagascar, dan Papua – sebuah mini continent. Pulau
Kalimantan dimiliki 3 Negara: Indonesia, Malaysia dan Brunei Darusalam,
strategis dan vital posisinya sebagai persimpangan regional, sangat
sesuai sebagai Pusat Pemerintahan.
Kelebihan lainnya, Kalimantan adalah satu satunya
Pulau di Indonesia yang tidak dilewati Ring of Fire. Tanpa mengurangi
rasa hormat pada daerah lainnya, Kalimantan bebas gempa, sebuah Ibu Kota
Negara harus menunjukkan image kokoh, berwibawa, menunjukkan philosophy
sebagai jati diri bangsa — tidak mudah mendapatkan “gangguan alamiah”.
PHILOSOPHY PALANGKARAYA
Ada beberapa hal menarik lainnya yang membuat
kita harus mendukung Palangkaraya sebagai Ibu Kota Negara. Salah satunya
adalah issue Global Warming di mana es di kutub akan terus mencair yang
berimbas pada permukaan air laut akan berangsur naik hingga 6000mm
dalam 50tahun mendatang. Dampaknya bagi negara kepulauan seperti
Indonesia sungguhlah dahsyat. Kota kota pesisir seperti Jakarta,
Semarang, Surabaya, Makassar, Manado, Banjarmasin, Pontianak akan
berkurang luasan daratannya, dan terendam.
Palangkaraya sendiri tidak terlalu terpengaruh
dengan issue global tersebut karena jarak Kota Palangkaraya ke laut
masih sejauh 150km.
Selain itu, ternyata Kota Palangkaraya memiliki “ikatan saudara” dengan Washington DC, kedua Kota ini sungguh identik.
Beberapa hal menarik yang membuat Palangkaraya
mirip dengan Wahington DC adalah kedua kota ini sama sama dilewati
Sungai Besar. Washington DC dilewati Sungai Potomac sedangkan
Palangkaraya dilewati sungai Kahayan. Apa istimewanya sungai itu?
Keduanya sama sama memiliki lebar ideal bagi bergeraknya transportasi
air. Jarak Washington DC melalui sungai hingga bermuara ke Samudera
Atlantik adalah 160km, sedangkan Palangkaraya melalui sungai Kahayan
akan bermuara di Laut jawa dengan jarak 150km.
Perencanaan ke depan
Di Washington DC sendiri, White House- Capitol
House dan Pentagon secara rapi dirancang dalam satu garis segitiga yang
mengelilingi Sungai Potomac.
Sebagai Ibu Kota Pemerintahan Indonesia, seluruh
tata kota Palangkaraya nantinya bisa didesain dengan basic concept
waterfront city yang terbelah sungai Kahayan. Gedung DPR – Istana
Presiden dan Pusat Pertahanan Militer Indonesia bisa dibangun dalam zona
satu garis segitiga mengelilingi Sungai Kahayan.
Sebuah Kompleks Pemerintahan seperti Istana
Kepresidenan / Istana Negara Idealnya harus dekat dengan Gedung
Parlemen. Kedekatan bangunan ini memiliki filosophy menggambarkan bahwa
seorang Presiden akan selalu merasa dekat dengan rakyatnya.
Yang terjadi di Jakarta saat ini, misalkan kita
melakukan perjalanan sederhana menggunakan mobil dari Gedung DPR menuju
Istana Presiden pada jam kerja, ternyata kita harus mengalami kemacetan
yang luar biasa. Maka bisa digambarkan wujud koordinasi pemerintahpun
secara tidak langsung sebenarnya telah mengalami kemacetan. Keputusan
vital serba lamban hingga rakyat di pelosok daerah menjerit.
Berapa lamakah waktu yang dibutuhkan untuk transisi pemindahan Ibu Kota Negara?
Pemindahan Ibu Kota Negara harus melalui proses
pengkajian secara terstruktur dan perancangan yang matang, dan tentu
saja harus dilakukan secara bertahap. Dari tahap pemilihan lokasi hingga
pembangunan infrastruktur utama. Sementara infrastruktur-infrastruktur
penunjang bisa terus berjalan saat Ibu Kota yang baru sudah resmi
berdiri.
Sebenarnya metodenya cukup sederhana: Ibu Kota yang
Baru dipilih - dibangun- Siap ditinggali - baru pindah. Sama halnya
saat kita berpindah rumah.
Jika benar benar direncanakan dengan matang,
Perpindahan Ibu Kota Indonesia hanya akan membutuhkan waktu kurang dari 5
tahun. Dengan syarat utama : harus ada “greget” atau kemauan dari
pemerintah untuk pindah.
PHILOSOPHY PERUBAHAN : IBU KOTA BARU – SEMANGAT BARU
Keuntungan bagi presiden, wakil, menteri,
anggota DPR dengan hadirnya Ibu Kota Negara di kota yang baru adalah
mendapatkan atmosfer positif baru untuk bekerja, tidak macet dan tidak
banjir. Seluruh wilayah Indonesia bisa diatur dengan lebih baik,
efektif, efisien dan merata. lingkungan kerja yang positif akan
menghasilkan kebijakan pemerintahan yang positif pula. Suasana Baru akan
menghasilkan output kebijakan untuk mewujudkan Indonesia Baru pula.
Jika Indonesia dianalogikan seperti tubuh
manusia. Kota Jakarta yang sekarang, memiliki peran (Pusat Pemerintahan)
– peran sebagai otak sekaligus (Pusat Ekonomi dan Bisnis) - peran
sebagai jantung.
Jika otak dan jantung berada di satu tempat yang
sama tentu akan fatal akibatnya. Contoh paling sederhana adalah saat
Jakarta sedang dilanda bencana, maka imbasnya langsung menyerang Jantung
dan Otak secara bersamaan. Kedua fungsi organ sakit secara bersamaan
dan seluruh tubuh kena imbasnya. Bandingkan jika ibukota dirancang di
kota lain yang nyaman dan minim bencana, saat Jantung sakit, Otak masih
bekerja dengan baik sehingga anggota tubuh yang lain masih bisa bergerak
dan bekerja, dari Sabang sampai Merauke masih bisa diurus dan tidak
terlantar.
Mengapa Ibu Kota Negara harus di luar Pulau Jawa?
Saya Pribadi bukan orang kalimantan, saya lahir dan dibesarkan di Jawa.
Pada tahun 2025, 60% penduduk dunia akan tinggal di
kota. Sebagai warga Negara Indonesia, saya pribadi tidak rela jika 15
tahun ke depan Kota Kota besar berpencakar langit hanya ada di Pulau
Jawa, kota metropolis berbalut beton hanya menghiasi Pulau Jawa, daerah
lain hanya dijadikan sebagai “sapi perahan” yang hasilnya lagi lagi
hanya untuk kepentingan pembangunan di Jawa.
Kita Bangsa Besar, Kita harus maju bersama.
Indonesia yang kita lihat bersama hari ini hanya
mencurahkan perhatian sepenuhnya ke Pulau Jawa. Bisa dianalogikan
seperti seseorang yang aktif ke Gym, tapi sepanjang waktunya hanya
dihabiskan untuk melatih otot lengannya saja, tanpa melatih otot otot
lainnya. Bagaimanakah hasilnya? Iya Lengannya akan bagus, kekar - namun
jika melihat tubuhnya secara keseluruhan, terlihat tidak proposional
dan tidak sedap dipandang mata.
Pulau Jawa adalah “anak sulung” yang sudah
besar, sudah bisa mandiri dan tidak memerlukan pengasuhan dan pengawasan
dengan porsi yang terlalu besar. Pemerintah pusat sebagai orang tua
harusnya sudah mulai lebih fokus ke “anak anak” yang lainnya, agar satu
keluarga kita Indonesia bisa lebih cepat maju bersama. Dengan hadirnya
Ibu Kota Negara di daerah lain, diharapkan Pemerintah menghasilkan
kebijakan dengan sudut pandang dari perspektif yang lebih merata, lebih
membela daerah, bukan hanya Jawa lagi dan Jawa lagi. Dengan hadirnya Ibu
Kota baru Indonesia di luar Pulau Jawa, secara langsung akan
menstimulasi pertumbuhan nadi perekonomian baru di daerah, merata dari
Sabang sampai Merauke.
1 komentar:
komentarSetuju dah kalo kedaerah kalimantan sana, biar nggak terjadi kepadatan penduduk, kan disana tempatnya luas :D
ReplySuka Artikel ini? Apa komentar anda?